Alhamdulillah Puji puja dan sukurku tak
henti-hentinya kepada pemilik alam semesta ini, pengatur hidup makhluk ini,
pengasih dan penyayang setiap makhluknya, maha adil, maha bijaksana, maha
pengampun hambanya yang kembali kepadanya. Sholawat dan Salam Allah, Malaikat
dan semua makhluk, tetap tercurah tanpa henti-hentinya kepada makhluk yang
paling mulia, kekasih raja alam, pemimpin manusia, Nabi muhammad SAW, beserta
keluarga, para sohabat, tabi’in, tabi’u tabi’in, dan semua yang mengikuti
mereka hingga Akhir alam ini.
Bahan Renungan Untuk kita semua duhai
sahabat-sahabatku, yang mungkin terlalu sibuk bekerja. Luangkanlah waktu sejenak
untuk membaca dan merenungkan catatan ini.
Alhamdulillah, Anda beruntung telah terpilih untuk
mendapatkan kesempatan membaca ini. Aktifitas keseharian kita selalu mencuri
konsentrasi kita. kita seolah lupa dengan sesuatu yang kita tak pernah tau kapan
kedatangannya.
Sesuatu yang bagi sebagian orang sangat
menakutkan.Tahukah kita kapan kematian akan menjemput kita?
Berikanlah waktu anda dan bacalah sampai habis,
semoga dapat menjadikan hikmah buat kita semua dan sadar, bahwa kita akan mati
dan tinggal menunggu waktunya. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang
khusnul khotimah, amien.
Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama
kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku
saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu
dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama,
apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang. Aku sungguh heran, bahkan
hingga aku berkata kepada diri sendiri:
“Alangkah sabarnya mereka….setiap hari
begitu…benar- benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa disitulah kebahagiaan orang
mukmin dan itulah shalat orang-orang pilihan. Mereka bangkit dari tempat
tidurnya untuk munajat kepada Allah.
Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh
sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah padahal
berbagai nasehat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu. Setelah
tamat dari pendidikan, aku ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku.
Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku
agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing. Disana, aku tak mendengar
lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan
menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga
yang dulu kami nikmati. Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan
tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang
membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan
tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan
ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian. Banyak waktu luang dan
pengetahuanku terbatas. Aku mulai jenuh, tak ada yang menuntunku di bidang
agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan
orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain. Aku
bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang
hingga kini tak pernah aku lupakan. Ketika itu, kami dengan seorang kawan
sedang bertugas disebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol. tiba-tiba kami
dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengedarkan pandangan.
Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah
yang berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong
korban. Kejadian yang sungguh tragis.
Kami lihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi
kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan
amat mengerikan.
Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada
dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah
“Laailaaha Illallaah ….. Laailaaha Illallaah ..”
perintah temanku. Tetapi sungguh mengerikan, dari mulutnya malah meluncur
lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding. Temanku tampaknya sudah biasa
menghadapi orang-orang yang sekarat. Kembali ia menuntun korban itu membaca
syahadat. Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur
hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan
kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan
syahadat.Tetapi keduanya tetap terus saja melantunkan lagu. Tak ada gunanya.
Suara lagunya terdengar semakin melemah, lemah dan lemah sekali. Orang pertama
diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua tak ada gerak. Keduanya telah
meninggal dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk,
ia tak berbicara sepatahpun. Selama perjalanan hanya ada kebisuan. Hening.
Kesunyian pecah ketika temanku mulai bicara. Ia
berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk).
Ia berkata “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan
hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia. Ia
bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam
buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya
sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan kerumah sakit terasa singkat oleh
pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya
tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut
mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu,
aku shalat khusyu’ sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa
itu. Aku kembali pada kebiasaanku semula. Aku seperti tak pernah menyaksikan
apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu yang lalu. Tetapi
sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya
lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu
ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat
dahulu. Kejadian yang menakjubkan !
Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu
sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang
mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah
terowongan menuju kota . Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang
kempes. Ketika ia berdiri dibelakang mobil untuk menurunkan ban serep,
tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang.
Lelaki itupun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan (bukan yang menemaniku
pada peristiwa pertama) cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa
dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung
mendapat penanganan. Dia masih sangat muda, wajahnya begitu bersih.Ketika
mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat
memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di
dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Subhannallah..! Ia melantunkan ayat-ayat suci
Al-Qur’an dengan suara amat lemah. Subhanallah dalam kondisi kritis
seperti itu ia masih sempat melantun kan ayat-ayat suci Al-Qur’an? Darah
mengguyur seluruh pakaiannya, tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.
Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
suaranya yang merdu. Selama hidup, aku tak pernah mendengar bacaan Al-Qur’an se
indah itu.
Dalam batin aku bergumam sendirian “Aku akan
menuntunnya membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu,
apalagi aku sudah punya pengalaman.” aku meyakinkan diriku sendiri. Aku dan
kawanku seperti terhipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu.
Sekonyong-konyong sekujur tubuhku merinding,
menjalar dan menyelusup ke setiap rongga. Tiba-tiba, suara itu terhenti. Aku
menoleh kebelakang. Ku saksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu
bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya,
degup jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa.
Dia telah meninggal. Aku lalu memandanginya
lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui
kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah meninggal. Kawanku
tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus
menangis air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat
mengharukan. Sampai di rumah sakit, kepada orang-orang di sana kami mengabarkan
perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang
menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak
sedikit yang meneteskan air mata.
Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya,
segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir
memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah
akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah.
Semua ingin ikut menyolatinya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah
almarhum. Kami ikut mengantar jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah
seorang saudaranya mengisahkan, ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak
menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari senin.
Disana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin.
Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan
beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak
lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk
dibagi-bagikan kepada orang-orang yang dia santuni. Bahkan juga membawa permen
untuk dibagikan kepada anak-anak kecil.
Bila tiba saatnya kelak, kita menghadap Allah Yang
Perkasa. hanya ada satu harap, semoga kita menjadi penghuni surga. Biarlah
dunia jadi kenangan, juga langkah-langkah kaki yang terseok, di sela dosa dan
pertaubatan.
Hari ini, semoga masih ada usia, untuk mengejar
surga itu, dengan amal-amal yang nyata : “memperbaiki diri dan mengajak orang
lain “
Allah Swt berfirman: “Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.
Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh
ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan. ” (QS. Al-Imran:185)
Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam sabdanya,
“Barangsiapa yang lambat amalnya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya.”
Sahabat dan saudaraku semua, siapa yang tau kapan,
dimana, bagaimana, sedang apa, kita menemui tamu yang pasti menjumpai kita,
yang mengajak menghadap Allah SWT.
Orang yang cerdik dan pandai adalah
yang senantiasa mengingat kematian dalam waktu-waktu yang ia lalui kemudian
melakukan persiapan persiapan untuk menghadapinya.
Note : amalkan ilmu, sampaikan walau
satu ayat, salah satu amalan yang terus mengalir walau seseorang sudah mati
adalah ilmu yang bermanfaat.
Begitulah hendaknya engkau nasehati
dirimu setiap hari karena engkau tidak menyangka mati itu dekat kepadamu bahkan
engkau mengira engkau mungkin hidup lima puluh tahun lagi, Kemudian engkau
menyuruh dirimu berbuat taat, sudah pasti dirimu tidak akan patuh kepadamu dan
pasti ia akan menolak dan merasa berat untuk mengerjakan ketaatan.
Nasehat ini terutama untuk diri saya
sendiri, dan saudara-saudaraku seiman pada umumnya.
Orang Cerdas Adalah Orang Yang
Mengingat Akan Kematian.
Wallahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.